Rehat: Yang Kau Takutkan Takkan Terjadi
Setiap
manusia pasti pernah melewati titik terendahnya. Ketika manusia berada di titik
tersebut, yang mereka inginkan adalah suatu penenang. Penenang agar selalu
menjadi kuat, agar bisa merasakan masih ada orang lain yang siap membantunya.
Paling tidak untuk sekadar mendengarkan segala ceritanya. Akhir-akhir ini isu
mengenai mental health (kesehatan
mental) sedang ramai dan banyak dibicarakan dengan berbagai sudut pandang dan
cerita yang beragam. Mulai dari depresi dan bahkan hingga percobaan bunuh diri.
Tirto.id pernah merilis artikel bertajuk “Skripsi, Depresi, dan Bunuh Diri”. Di
artikel tersebut, dituliskan bahwa riset yang dilakukan oleh Benny Prawira
Siauw, seorang ahli kajian bunuh diri (suicidolog), tercatat sebanyak 34,5
persen dari 284 responden (mahasiswa) di Jakarta memiliki pemikiran untuk
melakukan percobaan bunuh diri. Ia juga menambahkan, bahwa faktor penyebab
bunuh diri itu tidak tunggal.
Saya
tidak tahu mengapa isu ini belakangan banyak yang membicarakan. Satu hal yang
pasti kemudian menjadi menarik bagi saya, ternyata masih banyak orang baik yang
mau peduli terhadap sekitar. Saya rasa kampanye mengenai isu kesehatan mental
ini perlu digerakkan semassif mungkin. Tujuannya ialah supaya semakin banyak
orang yang memiliki perhatian yang lebih terhadap kesehatan mental mereka
maupun orang di sekitarnya. Bahwa mereka berhak untuk hidup dengan bahagia.
Untuk hidup dengan segala energi positif yang ada.
Energi positif
bisa datang dari mana saja. Tak terkecuali dari alunan nada atau bahkan lagu
beserta dengan lirik di dalamnya. Belakangan saya menyukai lagu milik Kunto Aji
yang berjudul Rehat. Rehat merupakan salah satu lagu yang masuk dalam album
Mantra-Mantra. 6 Februari 2019 tepat pukul 00.00 WIB, Music Video lagu Rehat
telah dirilis. Dari awal lagu ini dirilis ke publik, respon baik meluncur deras
untuk lagu ini. Seperti yang ditulis oleh CNNIndonesia.com, lagu Rehat ini
menggunakan frekuensi 396 Hz yang menurut penelitian milik Dr. Joseph Pulio,
seorang psikolog asal Amerika Serikat bisa mengeluarkan pikiran negatif demi
menyehatkan mental.
Saya tidak
begitu paham dengan seluk beluk mengenai frekuensi semacam itu, namun lirik
yang tertulis dalam lagu ini bagi saya begitu menyejukkan. Ia menyentuh mereka
yang merasa (hampir) putus asa, mereka yang merasa mulai kehilangan kepercayaan
dari orang lain, mereka yang merasa sendiri, mereka yang mencari dan mengejar
sesuatu namun merasa hilang arah, mereka yang menunggu tapi tak kunjung hadir,
juga mereka yang terlalu banyak memikirkan mengenai ketakutan-ketakutan yang
mereka bangun sendiri di dalam kepalanya.
Seorang bijak pernah
berkata, ketika kamu senang hati, yang kamu perhatikan dari sebuah lagu
yakni tempo nadanya. Tetapi ketika kamu bersedih, kamu akan cenderung
memperhatikan liriknya. Saya rasa ini benar. Orang yang sedang bersedih atau
sedang merasa sendiri memang kiranya membutuhkan suatu energi positif. Mereka
perlu untuk mencari suatu pembenaran. Mencari pembenaran bukan berarti lalu
memanjakan diri. Karena dunia tidak akan berubah jika melulu hidup di roda marmut.
Seakan berjalan jauh tapi tidak ke mana-mana.
Tenangkan hati,
Semua ini bukan salahmu,
Jangan berhenti,
Yang kau takutkan
Takkan terjadi.
Komentar
Posting Komentar