Catatan Sebuah Buku Catatan
Pada
2 Juli 2018, dua orang kawan saya datang dengan membawa sebuah buku catatan
untuk saya. Buku itu bersampul tebal warna hijau dengan kertas-kertas polos
coklat tak bergaris di dalamnya. Untuk teman saat KKN, kata mereka. Senang hati
saya dibuatnya, bisa untuk menjadi buku catatan harian saya selama 50 hari di
Pulau Sebatik. Semenjak pertama kali melewati malam di Desa Liang Bunyu,
Sebatik Barat, saya sudah menuliskan cerita saya di buku tersebut. Untuk
kenang-kenangan. Selain cerita sehari-hari, saya juga memanfaatkannya untuk
menulis hal-hal lain seperti catatan uang kas dan catatan rapat. Karena begitu
pentingnya buku tersebut untuk saya di sana, saya menyebutnya dengan panggilan
“kitab”. Setiap malam, saya menyempatkan untuk menulis kejadian yang saya alami
di sana kemudian menyimpannya di tas atau bawah kolong tempat tidur. Beberapa
kali pula buku tersebut saya bawa ke mana-mana karena keperluan menulis agenda
yang lain.
Singkat
cerita, saat itu di posko sedang sibuk dengan beberapa agenda program yang
belum terlaksana, jadilah saya meletakkan barang-barang saya tanpa kontrol dan
pengawasan. Pada h min beberapa hari menuju hari kepulangan ke Jogja, saya
mulai mencari kitab saya tersebut, namun tidak kunjung menemukannya. Mungkin
keselip, pikir saya menenangkan diri. Namun hingga hari H kepulangan, saat
posko sudah bersih, saya juga tak menemukan kitab saya. Dengan berat hati, saya
akhirnya meninggalkan Sebatik Barat dan kitab saya yang entah di mana.
Kemudian
hingga kini, saya masih gelo dengan
hilangnya kitab tersebut, pasalnya saya jadi tidak bisa menulis banyak cerita
di blog karena hilangnya si kitab. Ingatan saya agak payah jika harus mengingat
printilan-printilan kejadian, maka dari itu saya menulis di sana untuk
kenang-kenangan. Ha kok ndilalah apes
juga, kitabnya hilang. Maka dengan berat hati, sepertinya cerita di blog hanya
akan menyentuh di cerita ke-3. Namun yang pasti, saya tidak akan pernah
melupakan sebagian dari kisah hidup saya tersebut. Kisah hidup di Pulau Sebatik
dengan orang-orang yang menyenangkan.
Seorang bijak
pernah berkata, menulislah agar tidak lupa. Lalu saya menambahkan, menulislah
agar tidak lupa, namun simpanlah buku catatanmu dengan baik setelah menulis,
agar tidak tambah lupa.


Komentar
Posting Komentar