#3: Gantungan Kunci Ilham


Ilham dan Aldi

“Kakak foto kami ya, kak. Supaya nanti kalau kakak sudah tidak di sini, ada kenang-kenangan untuk kakak,” celetuk Ilham, sepulang sekolah.
                Ialah Ilham, sang ketua kelas 1 dan 2 yang selalu rajin saat berada di kelas. Badannya paling tinggi di antara murid-murid kelas 1 dan 2 yang lain. Di saat ruang kelas mulai gaduh dengan tingkah murid-murid yang tidak bisa diam, maka Ilham dengan jurus ketua kelasnya, membantu saya meredakan suasana gaduh tersebut. Dengan bantuannya, setidaknya ruang kelas bisa tenang, meski sejenak.

“Kakak, sehabis ini, saya mau nyanyi lagu ciptaan saya, ya!” teriak Ilham di tengah ramainya isi kelas, suatu waktu.
                Sejurus kemudian, ia maju ke depan kelas. Ilham menyanyikan sebuah lagu yang asing di telinga saya, namun beberapa murid tampak mengerti setiap lirik yang dinyanyikan oleh Ilham. Mungkin, ia sudah beberapa kali menyanyikan lagu yang ia klaim sebagai lagu ciptannya tersebut.
                Siang itu, seperti hari-hari biasanya, Ilham sedang menunggu jadwal sholat Zuhur setelah pulang sekolah. Kelas dibubarkan pukul 11.35 WITA, dan ia ingin sekalian menunaikan sholat Zuhur di masjid, katanya. Siang itu ia ditemani dengan Aldi, murid kelas 2 sekaligus teman sekelasnya. Namun Aldi sedang tidak dalam mood yang baik saat itu. Mukanya cemberut, ia masih marah dengan saya karena tidak kebagian gantungan kunci saat di kelas tadi.
                20 Agustus 2018 adalah hari di mana saya dan beberapa kawan berpamitan dengan SD Muhammadiyah Simpang Bahagia. Pada hari itu, saya masuk kelas 1 dan 2 untuk terakhir kalinya sebelum akhirnya kami harus berpamitan dengan mereka. Gantungan kunci, menjadi tanda perpisahan saya dengan para murid kelas 1 dan 2. Banyak yang mengeluh karena belum mendapat gantungan kunci. Akhirnya saya memutuskan untuk kembali lagi esok harinya untuk memberikan gantungan kunci ke seluruh murid kelas 1 dan 2.
                Alfan, salah satu murid kelas 1 bertubuh mungil ini tiba-tiba mendekat ke saya saat kelas saya bubarkan pada 20 Agustus siang itu. “Saya tidak nangis, Kak,” katanya diikuti dengan senyum yang mengembang di wajahnya. Ia mengucapkan seperti itu karena awalnya ia merupakan salah satu murid yang juga tidak kebagian gantungan kunci di kelas. Saya tidak menyangka, murid kelas 1 yang saat di kelas tidak bisa diam di bangkunya ini, tiba-tiba berbicara seperti itu ke saya. Terima kasih, jagoan Alfan.
                SD Muhammadiyah berlokasi sekitar 6km dari posko kami. Untuk berangkat ke sana, biasanya kami menggunakan sepeda motor milik Pak Desa yang ada di  posko. Melihat SD tersebut untuk pertama kali, saya langsung teringat dengan SD Muhammadiyah Gantong di cerita Laskar Pelangi. Yang membedakan ialah, SD Muhammadiyah Simpang Bahagia ini tidak perlu disangga kayu besar di samping bangunannya. Bersama salah satu kawan, untuk beberapa hari, saya masuk untuk mengajar kelas 1 dan 2 yang ruangannya menjadi satu ruang. Pun dengan kawan yang lain, mereka ada yang masuk ke kelas 3-4 dan 5-6. 
SD Muhammadiyah Simpang Bahagia

Jika dari SD Muhammadiyah Gantong ada Ikal yang berhasil menembus Sorbonne dan keliling Eropa bersama sepupunya, Arai. Juga ada Lintang yang berhasil mempunyai kapal yang digunakan Ikal untuk mencari Aling. Saya berdoa, semoga akan ada nantinya Ikal dan Lintang selanjutnya dari SD Muhammadiyah Simpang Bahagia.
Aldi, Alfan, Alifta
                “Kakak Alifta, kakak berikan tanda tangan kakak di balik gantungan kunci ini, ya. Supaya nanti pas kakak sudah tidak di sini, ada kenang-kenangan untukku,” Ilham menyodorkan gantungan kunci kecil itu ke saya. Setelah meminta tanda tangan saya, ia lalu meminta saya untuk memotretnya dengan Aldi di depan ruang kelas menggunakan telepon genggam saya. Supaya saya ingat selalu dengan mereka, katanya.  

                Bulan Agustus sudah terlewat lumayan lama dan kini 2018 sudah akan berakhir. Bersyukur masih diberi kesempatan untuk bertemu dan belajar dengan mereka, manusia baik di setiap titik di negeri ini. Salah satu hal yang melekat, bahwa menjadi guru itu tidak semudah membalikkan telapak tangan. Terima kasih, Ilham. Selamat menyambut tahun baru 2019. Semoga kita bisa bertemu di lain kesempatan.

Komentar