La La La Leeds!: Menelusuri Inggris dan Seluk Beluknya
![]() |
| Sampul Depan "La La La Leeds!" |
Judul Buku : La La La Leeds!: Catatan Perjalanan
Mahasiswa Indonesia di Inggris
Penulis : Wisnu Prasetya Utomo
Penerbit : Buku Mojok
Tahun : Februari 2019
Beberapa bulan
yang lalu melalui laman media sosial, saya mendapatkan sebuah informasi
mengenai akan diterbitkannya buku “La La La Leeds!” ini. Sebelumnya, ketika
sang penulis buku ini masih berada di Leeds untuk melanjutkan kuliah master Communication and Media di University of Leeds, saya telah
mengikuti beberapa cerita yang ia unggah di blog pribadinya. Kemudian ketika
buku tersebut benar-benar akan rilis pada pertengahan Februari lalu, saya ikut
menjadi bagian dari sekumpulan pembaca yang mendaftar di pre order buku tersebut.
“Seperti
Teman Lama yang Datang Bercerita” adalah cerita pertama yang ia unggah di blog
pribadinya. Pun di dalam buku “La La La Leeds”, tulisan tersebut juga menjadi
cerita pembuka dari 22 cerita yang ada. Alur ceritanya menarik, pembaca
terbantu untuk menghidupkan imajinasinya melalui cara penulis menarasikan hal-hal kecil yang ia temui. Seperti yang
ia tulis di paragraf berikut:
“Di dalam kereta, masuk tiga orang yang sepertinya ayah, ibu, dan anak. Mereka membawa beberapa koper. Saya masih bercerita mengenai banyak hal dengan Nia ketika si perempuan dewasa dari tiga orang tersebut menelpon keras-keras. Yang pria mendesis kencang, menyuruh si perempuan buat memelankan suara. 'Pssttt...!!!'. Adegan itu berulang beberapa kali dan bikin penumpang lain termasuk kami sampai menoleh. Si pria kemudian pindah kursi, menjauh dari perempuan dewasa dan anak kecil yang tadi bersamanya. Melewati tempat duduk kami, ia meminta maaf karena kopernya hampir kena kaki saya.” (Seperti Teman Lama Datang Bercerita, halaman 2).
Setelah membaca
penggalan cerita itu, otak saya lalu memunculkan tiga tokoh sesuai penggambaran
tersebut. Terngiang betapa kencangnya suara si ibu. Kalau diibaratkan di bus
yang sering saya tumpangi saat pulang ke rumah, mungkin si ibu ini sedang menelepon
seseorang untuk menjemputnya di terminal. Namun bedanya, kalau di bus yang saya
tumpangi tersebut, para penumpangnya akan diam saja saat si ibu ini menelepon
dengan suara kencang, ha wong sami turu hehe.
Hal
lain yang kemudian membuat buku ini menjadi menarik untuk dibaca, yakni pemilihan kata atau
diksi yang digunakan. Ada beberapa bagian di buku ini yang menggambarkan sang
penulis ternyata lucu juga. Maklum, saat hendak membaca cerita-ceritanya di
blog, saya masih mengantongi ekspektasi yang saklek dari banyak tulisannya di
buku-buku yang sebelumnya pernah ia garap. Meski demikian, bisa saya katakan,
cara bertutur dan apa yang ia tuangkan dalam cerita-ceritanya masih melekatkan sosoknya
yang merupakan peneliti media.
“Orang ini kemudian bertanya ke saya, 'Excuse me, what is the time, what is the time...?' Suaranya agak tertahan, serak, dan matanya mendelik. Saya cuma menjawab pendek sambil menunjukkan jam tangan. 'Jam enam pas, Mas,' (yakali saya jawab dalam bahasa Indonesia).” (Seperti Teman Lama Datang Bercerita, halaman 4).
Satu hal yang
membuat saya menyukai gaya berceritanya dalam buku “La La La Leeds!” sejak di
blog, ialah tulisan-tulisannya yang sarat akan informasi. Tidak hanya dalam
satu atau dua cerita, hampir di setiap cerita yang ada, gaya tuturnya memperlihatkan
bahwa sang penulis ini merupakan sosok yang sangat gemar membaca dan menulis. Hal tersebutlah yang
menurut saya, menjadikan buku yang memiliki tebal kurang lebih 170 ini lebih
dari sekadar catatan persentuhannya dengan Inggris. “Menyusuri Jejak George
Orwell” dan “Menonton Ed Miliband dari Dekat” saya rasa bisa menggambarkan apa
yang saya maksud tersebut. Pengetahuannya yang luas itu kemudian mampu menjadi
bumbu yang nikmat untuk setiap tulisannya.
“Selain dilabeli Red Ed, Daily Mail terus-menerus menyerang sisi personal Ed. Ayahnya, Ralph, dikatakan sebagai orang yang membenci Inggris. Artikel ini sempat memicu kontroversi karena Ed meresponnya dengan cukup emosional. Sementara itu di 2015, beberapa bulan sebelum pemilu, Daily Mail menampilkan halaman depan dengan gambar Ed sedang makan sandwich bacon. Coba googling “Ed Miliband Sandwich Bacon” dan segera akan terlihat salah satu foto ikonik pemilu Inggris 2015. Foto yang sangat gak banget, digunakan Daily Mail untuk mengilustrasikan bahwa dari sisi wajah pun Ed sangat tidak cocok menjadi perdana menteri.” (Menonton Ed Miliband Dari Dekat, halaman 33-34).
Dalam epilognya,
ia menulis, “Jika dirangkum, tulisan-tulisan buku ini mewakili apa-apa saja
yang menurut saya menarik dari Inggris: buku, sepakbola, sejarah, dan politik”.
Saya rasa, bukanlah hal yang muluk jika saya mengatakan cerita-cerita di dalam
buku ini telah mampu merangkum apa yang ia gambarkan tersebut, meski ia
menambahkan di dalam salah satu paragraf epilognya, “Ia (buku, sepakbola,
sejarah, dan politik) menjadi bagian dari upaya saya menjawab pertanyaan di
awal tulisan ini, meski tidak sepenuhnya karena saya percaya bahwa pertanyaan
itu butuh dijawab dengan proses panjang”. Judul “La La La Leeds!” ini sendiri
diambil dari lagu milik suporter Leeds United yang disukai oleh sang penulis.
“Lagu yang paling saya suka kemarin sore adalah lagu yang biasa saya dengar di pub-pub di Inggris, ketika orang-orang sudah sedemikian mabuk: Let’s go fucking mental. Pada mulanya satu orang akan berada di tengah sementara yang lainnya membentuk lingkaran. Ia akan memberi aba-aba sebelum semuanya membuka baju dan merapat sambil lompat-lompat, lalu bernyanyi. Let’s go fucking mental, let’s go fucking mental. La la la la Leeds! La la la Leeds!” (La La La Leeds!, halaman 132)
Pada
akhirnya, buku “La La La Leeds!” ini bisa menjadi pilihan bacaan untuk
teman-teman yang ingin membaca buku yang ringan namun sarat akan informasi dan
pengetahuan. Siapa tahu juga kan, setelah membaca buku ini kemudian menjadi terbius kepengen jadi mahasiswa di
Inggris juga kayak masnya.
(((masnya)))
![]() |
| Sampul Belakang (sumber: mojokstore.com) |


Komentar
Posting Komentar